Rabu, 05 Oktober 2011

KEKUATAN HUKUM VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI PADA KASUS PIDANA DI RUMAH SAKIT UMUM MAKASSAR

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang gambaran dan mekanisme pembuatan visum et repertum sebagai alat bukti dan pengungkapan kasus pidana untuk kepentingan peradilan. Untuk mencapai tujuan diatas, maka penelitian dilaksanakan di rumah sakit umum Makassar dengan menggunakan pendekatan hukum pidana. Pengumpulan data penelitian memerlukan instrument-instrumen penelitian berupa wawancara (interview) terhadap petugas kesehatan (dokter dan perawat). Studi kepustakaan (library research), yang mempelajari berbagai literatur yang ada hubungannya dengan visum et repertum. Observasi ( observation), dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan bedah mayat (autopsi).

analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, dianalisa secara kualitatif kemudian dideskripsikan yaitu dengan yaitu dengan menjelaskan, meruguikan dan menggambarkan permasalahan yang berhubungan dengan skripsi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pembuatan visum et repertum sudah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku

A. Pendahuluan
Pembangunan Nasional dan perkembangan teknologi turut mempengaruhi secara proporsional timbulnya berbagai masalah hukum, baik menyangkut hukum pidana maupun perdata. Sehubungan dengan hal tersebut, maka berbagai pihak yang berkompeten di bidang hukum perlu melakukan penyempurnaan clan penyesuaian di segala aspek agar dapat mengantisipasi secara dini munculnya masalah-masalah hukum yang bersifat baru sejalan dengan terjadinya perkembangan teknologi. Penyempurnaan perangkat hukum serta kemampuan aparat yang kooperatif merupakan konsekuensi logis clan penanganan dan penyelesaian kasus hukum secara efektif dan efisien.
Berbagai kemajuan clan perubahan yang dialami bangsa kita dewasa ini telah dirasakan manfaatnya. Akan tetapi di sisi lain juga membawa pengaruh yang bersifat negatif, diantaranya yang dapat kita amati adalah progresivitas tingkat kejahatan balk secara kuaantitatif maupun kualitatif. Yang mana perubahan tingkat kejahatan tersebut sudah barang tentu akan menjadi tantangant sekaligus konsekuensi yang harus disikapi secara proporsional dan bijaksana oleh setiap elemen masyarakat terutama oleh aparat penegak hukum, sehingga sudah menjadi keharusan bahwa setiap aparat penegak hukum harus profesional dalam menjalankan profesinya, dengan membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, kemampuan tekhnis clan keterampilan termasuk penguasaan ilmu kedokteran kehakiman.
Dalam penanganan suatu perkara, khususnya perkara pidana diperlukan bukti-bukti yang sah menurut hukum untuk dijadikan bahan pertimbangan penyidikan, penuntutan, clan peradilan. Keberadaan bukti-bukti disini, senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan perkara yang ditangani/dihadapi. Sehubungan dengan hal itu, terdapat kemungkinan adanya perbedaan antara bukti hukum pada perkara perdata dan perkara pidana, meskipun demikian keberadaannya cenderung menguatkan kedudukan orang yang berkepentingan atas kasus tersebut.
Keberadaan alat bukti sangat berperan dalam memperlancar proses penyelesaian perkara pidana, serta akan mempermudah penuntutan/ dakwaan bagi pihak kejaksaan clan sangat menunjang dalam pengambilan keputusan pada tingkat pengadilan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka suatu alat bukti harus mempunyai tingkat akurasi clan validitas keabsahan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karenanya alat bukti yang diperlukan dalam suatu perkara harus memenuhi syarat formal clan materil berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Dalam beberapa kasus tindak pidana yang mengakibatkan matinya seseorang, petugas kepolisian sering mengalami kesulitan untuk mengungkap tabir atau misted kematian tersebut. Bedah mayat (Autopsi)
sebagai unsur dari Visum et Repertum atau ilmu kedokteran kehakiman yang mutlak perlu dilakukan masih belum dapat dimaksimalkan dengan baik, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi.
Untuk memenuhi syarat formal maka telah dijabarkan bahwa alat-alat bukti yang sah menurut pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ialah :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa

 Sumber : Amiruddin, Dosen Universitas Indonesia Timur dalam Literatur, Jurnal Penelitian Sosial, Science dan Kesehatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar